CERPEN KU............


KURAU BERSIMBAH DARAH

Setiap hari para nelayan kampung melayu menangkap ikan di tengah laut. Konon, lautan yang selalu dituju para nelayan itu tempat bermuaranya ikan yang sangat lezat  lagi pula mahal harganya yaitu ikan Kurau. Nelayan di kampung melayu sangat senang dan selalu bersyukur kepada sang pencipta alam karena diberikan lautan yang memiliki rezeki yang berlimpah ruah. Para nelayan sibuk mencari rezeki di tengah lautan, ombak badai terus dilalui demi memenuhi kebutuhan keluarga. Letak kampung melayu memanglah strategis dengan lautannya yang biru membentang bagaikan hamparan permadani dari timur tengah. Ramai orang berdatangan dan bermukim di kampung tersebut untuk mengubah nasib.
Pak Mahmud adalah seorang nelayan yang sangat gigih dalam mencari nafkah sehingga dengan hasil jerih payahnya tersebut dapatlah ia membeli sebuah pompong dari seorang taukeh. Pompong yang dibeli itu pun masih bagus dan boleh dikatakan layak untuk digunakan sebagai alat transportasi menangkap ikan. Pak Mahmud memilki anak buah kapal (ABK) yang siap membantunya dalam mencari ikan di tengah laut. Selain orangnya gigih dalam mencari rezeki, pak Mahmud juga dikenal sebagai orang yang taat agama dan dermawan maka tidak heran jika warga kampung melayu sangat mengenal beliau.
Nelayan kampung melayu senang menangkap ikan, apalagi ikan yang kena umpannya adalah ikan kurau. Bagaimana tidak, ikan tersebut selain rasanya lezat harganya juga melambung tinggi. Tentu ikan-ikan ini menjadi incaran para taukeh ikan karena sangat berpotensial untuk dijual ke luar negeri. Memang tidak dipungkiri lagi jika para nelayan kampung melayu berpenghasilan paling tinggi bila dibandingkan dengan kampung lain. Hal ini tentu membuat iri para nelayan dari kampung lain. Sehingga pada suatu hari ketika pak Mahmud berlayar di tengah lautan bersama abekanya, tiba-tiba ada beberapa pompong mendekati mereka. Dengan wajah yang bengis dan garang, salah seorang dari mereka berkata dengan sangat kasar.
“ Kalian tidak boleh lagi menangkap ikan di lautan ini ! Bagian ini sudah menjadi milik kami! “ teriak orang tadi dengan kasar.
Pak Mahmud pun angkat bicara, dengan penuh wibawa ia berkata “ Kalau kami boleh tahu, Bapak siapa dan dari kampung mana ? Mengapa Bapak tiba-tiba melarang kami untuk menangkap ikan di daerah sini sedangkan laut ini sudah menjadi bagian kampung kami lagipula laut ini merupakan lubuk kami untuk mengais rezeki, kalau Bapak ingin melaut di sini silakan saja bukankah rezeki kita sudah ada yang mengaturnya ? “
Bagaikan terkena tamparan keras wajah orang tadi mendengar perkataan pak Mahmud. Dengan gaya yang congkak orang itu pun lalu berkata...
“ Kalian tidak perlu mengetahui dari mana asal kami, yang pasti kami tidak sudi menangkap ikan bersama orang-orang seperti kalian ! “ sergahnya sambil melihat dan memberi kode kepada teman-temannya. Tidak lama kemudian para nelayan tak dikenal itu pun mengeluarkan senjata dari balik baju mereka, mulai dari parang sampai badik, sepertinya senjata-senjata itu siap menghujam ke tubuh pak Mahmud dan keenam anak buah kapalnya.
Perkelahian tak dapat dihindari, orang-orang bengis itu merapatkan pompong dan segera melompat ke atas pompong pak Mahmud. Ia pun segera menyuruh abekanya untuk berlindung, tapi malang tak dapat dielak untung tak dapat diraih. Nelayan yang tidak berperikemanusiaan itu pun dengan sadisnya membunuh pak Mahmud beserta anak buahnya tanpa perlawanan, disebabkan jumlah mereka lebih banyak maka dalam waktu yang singkat pak Mahmud dan abekanya tewas seketika. Pompong dan seluruh isinya yang malang itu pun bergelimang darah, di setiap sudut pompong bersimbah darah dan membasahi tong –tong ikan kurau. Ikan-ikan kurau itu berbalut darah segar yang  keluar dari tubuh insan yang tak berdosa. Laut yang biru menjadi saksi kekejaman yang menimpa pak Mahmud beserta anak buahnya.
Seminggu sudah sejak kejadian naas yang menimpa pak Mahmud dan abekanya, tak seorang pun mengetahui kalau orang yang paling dermawan itu telah tiada lagi di alam fana ini, sehingga akhirnya keluarga korban mengumumkan bahwa pak Mahmud beserta anak buahnya tak kunjung pulang. Tanpa panjang lebar, para nelayan pun segera turun ke laut mencari para korban. Sesampainya di tengah lautan dengan perasaan yang harap-harap cemas, akhirnya mereka menemukan pompong milik pak Mahmud. Dengan perasaan yang bercampur aduk mereka segera naik ke pompong.
Dan...” Astaghfirullah !! Innalillahiwainnaillaihirojiun “ betapa kagetnya para nelayan tersebut melihat pemandangan yang menyayat hati dan  begitu memilukan. Sambil meneteskan air mata para nelayan itu pun mengangkat tubuh para korban satu per satu dan di tangan almarhum pak Mahmud terselipkan secarik kertas yang berisikan :
“ LAUT INI TIDAK BOLEH DIJAMAH NELAYAN KAMPUNG MELAYU , JIKA TIDAK INGIN KURAU BERSIMBAH DARAH !!! “
Sejak saat itulah warga kampung melayu tidak lagi menangkap ikan kurau, konon katanya ikan kurau tidak banyak darahnya dan bersih isi perutnya serta lezat rasanya disebabkan perilaku para nelayan kampung melayu yang baik hati serta tulus ikhlas dalam berusaha mencari rezeki. Ternyata cerita orang tua dahulu terjadi di zaman ini. 
Manusia memang tidak pernah puas atas karunia yang diberikan Tuhan kepadanya, sehingga dengan tega dan sadis mereka sanggup menganiaya saudara mereka sendiri demi memuaskan hawa nafsu. Demikianlah hidup di dunia yang penuh dengan panggung sandiwara, mudah-mudahan kita tetap istiqamah dalam meniti hidup ini. Amiiin.... 

By : Lia........