CERPEN KU............


KURAU BERSIMBAH DARAH

Setiap hari para nelayan kampung melayu menangkap ikan di tengah laut. Konon, lautan yang selalu dituju para nelayan itu tempat bermuaranya ikan yang sangat lezat  lagi pula mahal harganya yaitu ikan Kurau. Nelayan di kampung melayu sangat senang dan selalu bersyukur kepada sang pencipta alam karena diberikan lautan yang memiliki rezeki yang berlimpah ruah. Para nelayan sibuk mencari rezeki di tengah lautan, ombak badai terus dilalui demi memenuhi kebutuhan keluarga. Letak kampung melayu memanglah strategis dengan lautannya yang biru membentang bagaikan hamparan permadani dari timur tengah. Ramai orang berdatangan dan bermukim di kampung tersebut untuk mengubah nasib.
Pak Mahmud adalah seorang nelayan yang sangat gigih dalam mencari nafkah sehingga dengan hasil jerih payahnya tersebut dapatlah ia membeli sebuah pompong dari seorang taukeh. Pompong yang dibeli itu pun masih bagus dan boleh dikatakan layak untuk digunakan sebagai alat transportasi menangkap ikan. Pak Mahmud memilki anak buah kapal (ABK) yang siap membantunya dalam mencari ikan di tengah laut. Selain orangnya gigih dalam mencari rezeki, pak Mahmud juga dikenal sebagai orang yang taat agama dan dermawan maka tidak heran jika warga kampung melayu sangat mengenal beliau.
Nelayan kampung melayu senang menangkap ikan, apalagi ikan yang kena umpannya adalah ikan kurau. Bagaimana tidak, ikan tersebut selain rasanya lezat harganya juga melambung tinggi. Tentu ikan-ikan ini menjadi incaran para taukeh ikan karena sangat berpotensial untuk dijual ke luar negeri. Memang tidak dipungkiri lagi jika para nelayan kampung melayu berpenghasilan paling tinggi bila dibandingkan dengan kampung lain. Hal ini tentu membuat iri para nelayan dari kampung lain. Sehingga pada suatu hari ketika pak Mahmud berlayar di tengah lautan bersama abekanya, tiba-tiba ada beberapa pompong mendekati mereka. Dengan wajah yang bengis dan garang, salah seorang dari mereka berkata dengan sangat kasar.
“ Kalian tidak boleh lagi menangkap ikan di lautan ini ! Bagian ini sudah menjadi milik kami! “ teriak orang tadi dengan kasar.
Pak Mahmud pun angkat bicara, dengan penuh wibawa ia berkata “ Kalau kami boleh tahu, Bapak siapa dan dari kampung mana ? Mengapa Bapak tiba-tiba melarang kami untuk menangkap ikan di daerah sini sedangkan laut ini sudah menjadi bagian kampung kami lagipula laut ini merupakan lubuk kami untuk mengais rezeki, kalau Bapak ingin melaut di sini silakan saja bukankah rezeki kita sudah ada yang mengaturnya ? “
Bagaikan terkena tamparan keras wajah orang tadi mendengar perkataan pak Mahmud. Dengan gaya yang congkak orang itu pun lalu berkata...
“ Kalian tidak perlu mengetahui dari mana asal kami, yang pasti kami tidak sudi menangkap ikan bersama orang-orang seperti kalian ! “ sergahnya sambil melihat dan memberi kode kepada teman-temannya. Tidak lama kemudian para nelayan tak dikenal itu pun mengeluarkan senjata dari balik baju mereka, mulai dari parang sampai badik, sepertinya senjata-senjata itu siap menghujam ke tubuh pak Mahmud dan keenam anak buah kapalnya.
Perkelahian tak dapat dihindari, orang-orang bengis itu merapatkan pompong dan segera melompat ke atas pompong pak Mahmud. Ia pun segera menyuruh abekanya untuk berlindung, tapi malang tak dapat dielak untung tak dapat diraih. Nelayan yang tidak berperikemanusiaan itu pun dengan sadisnya membunuh pak Mahmud beserta anak buahnya tanpa perlawanan, disebabkan jumlah mereka lebih banyak maka dalam waktu yang singkat pak Mahmud dan abekanya tewas seketika. Pompong dan seluruh isinya yang malang itu pun bergelimang darah, di setiap sudut pompong bersimbah darah dan membasahi tong –tong ikan kurau. Ikan-ikan kurau itu berbalut darah segar yang  keluar dari tubuh insan yang tak berdosa. Laut yang biru menjadi saksi kekejaman yang menimpa pak Mahmud beserta anak buahnya.
Seminggu sudah sejak kejadian naas yang menimpa pak Mahmud dan abekanya, tak seorang pun mengetahui kalau orang yang paling dermawan itu telah tiada lagi di alam fana ini, sehingga akhirnya keluarga korban mengumumkan bahwa pak Mahmud beserta anak buahnya tak kunjung pulang. Tanpa panjang lebar, para nelayan pun segera turun ke laut mencari para korban. Sesampainya di tengah lautan dengan perasaan yang harap-harap cemas, akhirnya mereka menemukan pompong milik pak Mahmud. Dengan perasaan yang bercampur aduk mereka segera naik ke pompong.
Dan...” Astaghfirullah !! Innalillahiwainnaillaihirojiun “ betapa kagetnya para nelayan tersebut melihat pemandangan yang menyayat hati dan  begitu memilukan. Sambil meneteskan air mata para nelayan itu pun mengangkat tubuh para korban satu per satu dan di tangan almarhum pak Mahmud terselipkan secarik kertas yang berisikan :
“ LAUT INI TIDAK BOLEH DIJAMAH NELAYAN KAMPUNG MELAYU , JIKA TIDAK INGIN KURAU BERSIMBAH DARAH !!! “
Sejak saat itulah warga kampung melayu tidak lagi menangkap ikan kurau, konon katanya ikan kurau tidak banyak darahnya dan bersih isi perutnya serta lezat rasanya disebabkan perilaku para nelayan kampung melayu yang baik hati serta tulus ikhlas dalam berusaha mencari rezeki. Ternyata cerita orang tua dahulu terjadi di zaman ini. 
Manusia memang tidak pernah puas atas karunia yang diberikan Tuhan kepadanya, sehingga dengan tega dan sadis mereka sanggup menganiaya saudara mereka sendiri demi memuaskan hawa nafsu. Demikianlah hidup di dunia yang penuh dengan panggung sandiwara, mudah-mudahan kita tetap istiqamah dalam meniti hidup ini. Amiiin.... 

By : Lia........

Gold Messages

Hasan Bashri ditanya tentang rahasia zuhudnya.


Ia menjawab, " Aku tahu rezekiku tidak akan diambil orang lain, karena itulah qolbuku selalu tenang. Aku tahu amal perbuatanku tidak akan dapat ditunaikan orang lain, karena itulah aku sibuk mengerjakannya. Aku tahu Allah selalu mengawasiku, karena itulah aku selalu merasa malu bila Dia melihatku dalam keadaan maksiat. Aku tahu kematian itu sudah menungguku, karena itulah aku selalu menambah bekal untuk hari pertemuanku dengan Allah.


Khutbah Umar bin Khattab


" Ingatlah, sesunggunya Islam itu laksana tembok yang kokoh dan pintu yang kuat. Temboknya Islam adalah keadilan sedangkan pintunya adalah kebenaran. Apabila tembok itu rusak dan pintunya pecah maka runtuhlah Islam. Islam akan selalu kokoh selama penguasanya kuat. Bukanlah kekuatan penguasa itu membunuh dengan pedang dan memukul dengan cambuk tetapi kekuatan itu adalah adalah melaksanakan kebenaran dan mewujudkan keadilan "

Are You Ready ??????



Aku Ucapkan Selamat Datang Kepada kematian, Selamat berjumpa dengan Allah

Pengunjung Terakhir Akan Datang

Sungguh! Ia tak datang karena haus akan hartamu, karena ingin ikut nimbrung makan, minum bersamamu, meminta bantuanmu untuk membayar hutangnya, memintamu memberikan rekomendasi kepada seseorang atau untuk memuluskan upaya yang tidak mampu ia lakukan sendiri.!!  Pengunjung ini datang untuk misi penting dan terbatas serta dalam masalah terbatas. Kamu dan keluargamu bahkan seluruh penduduk bumi ini tidak akan mampu menolaknya dalam merealisasikan misinya tersebut!

Kalau pun kamu tinggal di istana-istana yang menjulang, berlindung di benteng-benteng yang kokoh dan di menara-menara yang kuat, mendapatkan penjagaan dan pengamanan yang super ketat, kamu tidak dapat mencegahnya masuk untuk menemuimu dan menuntaskan urusannya denganmu!!

Untuk menemuimu, ia tidak butuh pintu masuk, izin, dan membuat perjanjian terlebih dahulu sebelum datang. Ia datang kapan saja waktunya dan dalam kondisi bagaimanapun; dalam kondisimu sedang sibuk ataupun sedang luang, sedang sehat ataupun sedang sakit, semasa kamu masih kaya ataupun sedang dalam kondisi melarat, ketika kamu sedang bepergian atau pun tinggal di tempatmu.!!

Saudaraku! Pengunjungmu ini tidak memiliki hati yang gampang luluh. Ia tidak bisa terpengaruh oleh ucapan-ucapan dan tangismu bahkan oleh jeritanmu dan perantara yang menolongmu. Ia tidak akan memberimu kesempatan untuk mengevaluasi perhitungan-perhitunganmu dan meninjau kembali perkaramu! Kalau pun kamu berusaha memberinya hadiah atau menyogoknya, ia tidak akan menerimanya sebab seluruh hartamu itu tidak berarti apa-apa baginya dan tidak membuatnya mundur dari tujuannya!

Sungguh! Ia hanya menginginkan dirimu saja, bukan orang lain! Ia menginginkanmu seutuhnya bukan separoh badanmu! Ia ingin membinasakanmu! Ia ingin kematian dan mencabut nyawamu! Menghancurkan raga dan mematikan tubuhmu! Dia lah malaikat maut!!! Alloh subhanahu wata’ala berfirman, yang artinya: “Katakanlah, ‘Malaikat Maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS: As-Sajadah: 11)

Dan firman-Nya, yang artinya: “Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (QS: Al-An’am: 61)

Kereta Usia

Tahukah kamu bahwa kunjungan Malaikat Maut merupakan sesuatu yang pasti? Tahukah kamu bahwa kita semua akan menjadi musafir ke tempat ini? Sang musafir hampir mencapai tujuannya dan mengekang kendaraannya untuk berhenti? Tahukah kamu bahwa perputaran kehidupan hampir akan terhenti dan ‘kereta usia’ sudah mendekati rute terakhirnya? Sebagian orang shalih mendengar tangisan seseorang atas kematian temannya, lalu ia berkata dalam hatinya, “Aneh, kenapa ada kaum yang akan menjadi musafir menangisi musafir lain yang sudah sampai ke tempat tinggalnya?”

Berhati-hatilah!

Semoga anda tidak termasuk orang yang Alloh subhanahu wata’ala sebutkan, artinya: “Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat (Maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka?” (QS: Muhammad: 27) Atau firman-Nya, yang artinya: “(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata), ‘Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan pun.” (Malaikat menjawab), “Ada, sesungguh-nya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan. “Maka masuklah ke pintu-pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombong-kan diri itu.” (QS: An-Nahl: 28-29)

Tahukah kamu bahwa kunjungan Malaikat Maut kepadamu akan mengakhiri hidupmu? Menyudahi aktivitasmu? Dan menutup lembaran-lembaran amalmu?

Tahukah kamu, setelah kunjungan-nya itu kamu tidak akan dapat lagi melakukan satu kebaikan pun? Tidak dapat melakukan shalat dua raka’at? Tidak dapat membaca satu ayat pun dari kitab-Nya? Tidak dapat bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, beristighfar walau pun sekali? Tidak dapat berpuasa sehari? Bersedekah dengan sesuatu meskipun sedikit? Tidak dapat melakukan haji dan umrah? Tidak dapat berbuat baik kepada kerabat atau pun tetangga?

‘Kontrak’ amalmu sudah berakhir dan engkau hanya menunggu perhitungan dan pembalasan atas kebaikan atau keburukanmu!!

Alloh subhanahu wata’ala berfirman, yang artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikan lah aku (ke dunia).” Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguh-nya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS: Al-Mu’minun: 99-100)

Persiapkan Dirimu!

Mana persiapanmu untuk menemui Malaikat Maut? Mana persiapanmu menyongsong huru-hara setelahnya; di alam kubur ketika menghadapi pertanyaan, ketika di Padang Mahsyar, ketika hari Hisab, ketika ditimbang, ketika diperlihatkan lembaran amal kebaikan, ketika melintasi Shirath dan berdiri di hadapan Alloh Al-Jabbar? Dari ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasululloh shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak seorang pun dari kamu melainkan akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak ada penerjemah antara dirinya dan Dia, lalu ia memandang yang lebih beruntung darinya, maka ia tidak melihat kecuali apa yang telah diberikannya dan memandang yang lebih sial darinya, maka ia tidak melihat selain apa yang telah diberikannya. Lalu memandang di hadapannya, maka ia tidak melihat selain neraka yang berada di hadapan mukanya. Karena itu, takutlah api neraka walau pun dengan sebelah biji kurma dan walau pun dengan ucapan yang baik.” (Muttafaqun ‘alaih)

Berhitunglah Atas Dirimu!

Saudaraku, berhitunglah atas dirimu di saat senggangmu, berpikirlah betapa cepat akan berakhirnya masa hidupmu, bekerjalah dengan sungguh-sungguh di masa luangmu untuk masa sulit dan kebutuhanmu, renungkanlah sebelum melakukan suatu pekerjaan yang kelak akan didiktekan di lembaran amalmu.

Di mana harta benda yang telah kau kumpulkan? Apakah ia dapat menyelamatkanmu dari cobaan dan huru-hara itu? Sungguh, tidak! Kamu akan meninggalkannya untuk orang yang tidak pernah menyanjungmu dan maju dengan membawa dosa kepada Yang tidak akan memberikan toleransi padamu!

(Sumber Rujukan: Az-Zâ’ir Al-Akhîr karya Khalid bin Abu Shalih)
Pengirim: Abu Zakaria
http://www.mediamuslim.info/

HADIAH BERHARGA BUAT ANAK2KU DAN PARA PESERTA DIDIKKU........


CINTA BUKANLAH DISALURKAN LEWAT PACARAN

Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga.
Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’alamenjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar`i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta alamereka biasa disebut dengan pacaran. Berikut adalah beberapa tinjauan syari’at Islam mengenai pacaran.

Ajaran Islam Melarang Mendekati Zina

Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ [17] : 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.
Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang.

Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan

Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
Katakanlah kepada laki – laki yang beriman :”Hendaklah mereka menundukkanpandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24] : 30 )
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24] : 31)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”
Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan,”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.”
Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.”(HR. Muslim no. 5770)
Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat ini. –Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menundukkan pandangan sehingga hati dan agama kita selalu terjaga kesuciannya-

Allah Memerintahkan kepada Wanita untuk Menutup Auratnya

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Ahzab [33] : 59)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31).
Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Atho’ bin Abi Robbah bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amr Abdul Mun’im Salim)

Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis

Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya. (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)

Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidakZina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicaraZina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
An Nawawi –seorang ulama besar Syafi’iyyah- berkata,
”Makna hadits ini adalah bahwa anak Adam telah ditetapkan bagian untuk berzina. Di antaranya ada yang berbentuk zina secara hakiki yaitu memasukkan kemaluan kepada kemaluan yang haram. Di samping itu juga ada zina yang bentuknya simbolis (majas) yaitu dengan melihat sesuatu yang haram, mendengar hal-hal zina dan yang berkaitan dengan hasilnya; atau pula dengan menyentuh wanita ajnabiyah (wanita yang bukan istri dan bukan mahrom) dengan tangannya atau menciumnya; atau juga berjalan dengan kakinya menuju zina, memandang, menyentuh, atau berbicara yang haram dengan wanita ajnabiyah dan berbagai contoh yang semisal ini; bisa juga dengan membayangkan dalam hati. Semua ini merupakan macam zina yang simbolis (majas). Lalu kemaluan nanti yang akan membenarkan perbuatan-perbuatan tadi atau mengingkarinya. Hal ini berarti ada zina yang bentuknya hakiki yaitu zina dengan kemaluan dan ada pula yang tidak hakiki dengan tidak memasukkan kemaluan pada kemaluan, atau yang mendekati hal ini. Wallahu a’lam” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim)
Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram. (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i)

Meninjau Fenomena Pacaran

Setelah pemaparan kami di atas, jika kita meninjau fenomena pacaran saat ini pasti ada perbuatan-perbuatan yang dilarang di atas. Kita dapat melihat bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi min dzalik-. Lalu pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!
Mungkinkah ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!

Mustahil Ada Pacaran Islami

Salah seorang dai terkemuka pernah ditanya, ”Ngomong-ngomong, dulu bapak dengan ibu, maksudnya sebelum nikah, apa sempat berpacaran?”
Dengan diplomatis, si dai menjawab,”Pacaran seperti apa dulu? Kami dulu juga berpacaran, tapi berpacaran secara Islami. Lho, gimana caranya? Kami juga sering berjalan-jalan ke tempat rekreasi, tapi tak pernah ngumpet berduaan. Kami juga gak pernah melakukan yang enggak-enggak, ciuman, pelukan, apalagi –wal ‘iyyadzubillah- berzina.
Nuansa berpikir seperti itu, tampaknya bukan hanya milik si dai. Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal jangan basah.” Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam. Kecuali kalau sekedar melakukan nazhor(melihat calon istri sebelum dinikahi, dengan didampingi mahramnya), itu dianggap sebagai pacaran. Atau setidaknya, diistilahkan demikian. Namun itu sungguh merupakan perancuan istilah. Istilah pacaran sudah kadong dipahami sebagai hubungan lebih intim antara sepasang kekasih, yang diaplikasikan dengan jalan bareng, jalan-jalan, saling berkirim surat, ber SMS ria, dan berbagai hal lain, yang jelas-jelas disisipi oleh banyak hal-hal haram, seperti pandangan haram, bayangan haram, dan banyak hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat. Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena minuman keras itu di tenggal di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang Islami, dan sejenisnya. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlelu dipaksakan, dan sama sekali tidak bermanfaat. (Diambil dari buku Sutra Asmara, Abu Umar Basyir)

Pacaran Mempengaruhi Kecintaan pada Allah

Ibnul Qayyim menjelaskan,
”Kalau orang yang sedang dilanda asmara itu disuruh memilih antara kesukaan pujaannya itu dengan kesukaan Allah, pasti ia akan memilih yang pertama. Ia pun lebih merindukan perjumpaan dengan kekasihnya itu ketimbang pertemuan dengan Allah Yang Maha Kuasa. Lebih dari itu, angan-angannya untuk selalu dekat dengan sang kekasih, lebih dari keinginannya untuk dekat dengan Allah”.

Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah

Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ »
Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”
Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya.
Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan
***
Panggang, Gunung Kidul, 22 Muharram 1430 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

10 Hal yang Tidak Bermanfaat dan Sia-sia


Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan bahwa ada sepuluh hal yang tidak bermanfaat.

Pertama: memiliki ilmu namun tidak diamalkan.
Kedua: beramal namun tidak ikhlash dan tidak mengikuti tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketiga: memiliki harta namun enggan untuk menginfakkan. Harta tersebut tidak digunakan untuk hal yang bermanfaat di dunia dan juga tidak diutamakan untuk kepentingan akhirat.
Keempat: hati yang kosong dari cinta dan rindu pada Allah.
Kelima: badan yang lalai dari taat dan mengabdi pada Allah.
Keenam: cinta yang di dalamnya tidak ada ridho dari yang dicintai dan cinta yang tidak mau patuh pada perintah-Nya.
Ketujuh: waktu yang tidak diisi dengan kebaikan dan pendekatan diri pada Allah.
Kedelapan: pikiran yang selalu berputar pada hal yang tidak bermanfaat.
Kesembilan: pekerjaan yang tidak membuatmu semakin mengabdi pada Allah dan juga tidak memperbaiki urusan duniamu.
Kesepuluh: rasa takut dan rasa harap pada makhluk yang dia sendiri berada pada genggaman Allah. Makhluk tersebut tidak dapat melepaskan bahaya dan mendatangkan manfaat pada dirinya, juga tidak dapat menghidupkan dan mematikan serta tidak dapat menghidupkan yang sudah mati.
Itulah sepuluh hal yang melalaikan dan sia-sia. Di antara sepuluh hal tersebut yang paling berbahaya dan merupakan asal muasal segala macam kelalaian adalah dua hal yaitu: hati yang selalu lalai dan waktu yang tersia-siakan.
Hati yang lalai akan membuat seseorang mengutamakan dunia daripada akhirat, sehingga dia cenderung mengikuti hawa nafsu. Sedangkan menyia-nyiakan waktu akan membuat seseorang panjang angan-angan.
Padahal segala macam kerusakan terkumpul karena mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Sedangkan segala macam kebaikan ada karena mengikuti al huda (petunjuk) dan selalu menyiapkan diri untuk berjumpa dengan Rabb semesta alam.
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Rujukan: Al Fawa’id, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, hal. 108,  Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1425 H.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Mempersiapkan Diri Menghadapi Kematian


"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (ali Imran: 185.)


Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa kematian adalah sebuah keniscayaan bagi setiap yang berjiwa. Allah mentakdirkannya sebagai sarana perpindahan ke alam barzah, dan untuk seterusnya ke alam akhirat.


Dari sisi ini, membicarakan tentang kematian, sebenarnya membicarakan tentang hal lumrah yang pasti akan terjadi. Tapi, masalahnya tidak sesederhana itu. Karena kematian juga memiliki akibat-akibat yang mengiringinya sebagai konsekwensi berpisahnya ruh dari jasad manusia.


Akibat-akibat yang secara umum tidak diharapkan manusia, karena melahirkan sejumlah ketakutan. Sehingga pembicaraan tentang kematian seringkali dihindari manusia.



Mengapa Takut Mati


Menurut Syaikh Utsaimin, takut (khauf) adalah rasa gelisah yang muncul sebagai reaksi kekhawatiran akan tertimpa sesuatu yang menghancurkan, membahayakan atau menyakitkan.


Sehingga, ketakutan manusia akan sesuatu ditentukan oleh ilmu yang dia miliki. Apa yang menurutnya akan merugikan, menghancurkan, membahayakan dan menyakitkan, tentunya akan membuatnya takut jika menimpanya.


Sebaliknya, apa yang diketahuinya tidak akan memberinya bahaya apa-apa, tentu tidak membuatnya takut. Apalagi hal-hal yang akan mendatangkan kebaikan, kesenangan, atau manfaat baginya.


Pun demikian halnya dengan kematian. Dia tetap akan melahirkan rasa takut, baik bagi hamba yang beriman maupun hamba yang ingkar, meski dengan perbedaan alasan, menurut kadar ilmu masing-masing. Karena ada kesakitan, kehancuran, kerugian dan bahaya yang mengiringinya.


Bagi hamba yang beriman, kematian adalah hakim yang akan menguak rahasia amal ibadahnya secara nyata di akhirat nanti.


Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 175, "Dan takutlah kepadaKu, jika kalian benar-benar orang yang beriman."


Dia takut kalau ternyata bekal yang dipersiapkan selama hidupnya tidak mencukupi untuk menghadap Allah. Amalnya kurang, taubatnya tidak sempurna, sedang dosa-dosanya membuih selautan. Kecuali hamba yang dirahmati Allah.


Seperti al A’mas saat berkata kepada anak-anaknya yang menangisinya menjelang ajal, "Janganlah kalian menangisi aku! Sebab demi Allah, aku tidak pernah tertinggal takbiratul ihram bersama imam selama 60 tahun."


Pemutus Kenikmatan


Namun, bagi manusia yang ingkar, kematian tentulah sangat menakutkan karena ia merupakan puncak kehancuran hidup dengan segala mimpi-mimpi indah di dalamnya. Dialah pemutus segala kenikmatan hidup yang telah susah payah dikejarnya.


Inilah yang membuatnya menolak datangnya kematian sekuat tenaga. Karenanya dia ingin menghindar, sebab cintanya pada dunia yang sangat besar dan penolakannya terhadap akhirat, membuatnya tidak mau berpisah dengan kelezatan yang telah dirasakannya.


Dia lupa bahwa semakin dia berusaha menolak, semakin ketakutan itu akan menyiksanya.


Tidak Menakutkan


Sebenarnya, rasa takut yang ada pada diri kita mempunyai dampak positif yang luar biasa, selama bisa dikelola dengan baik.


Sebab, rasa ini akan mendorong kita untuk menjaga diri dari berbagai hal yang akan merugikan, sehingga kita bisa mengambil langkah-langkah antisipatif yang diperlukan. Dan pada gilirannya hal yang menakutkan itu datang, kita telah siap menghadapinya.


Melakukan Persiapan


Maka, cara membuat kematian menjadi tidak menakutkan bagi kita, tentulah dengan meyakinkan diri, bahwa kita telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Persiapan-persiapan inilah yang akan mencerahkan jiwa serta memberikan perasaan aman, sebab kita telah ‘berbuat’ sesuatu.


Di antara hal-hal yang bisa kita kerjakan adalah mengingat dan menyadari bahwa kematian pasti akan kita hadapi, sedang kita tidak tahu kapan waktunya. Bisa 20 tahun atau 10 tahun lagi, tahun depan, bulan depan, minggu depan, besok pagi atau malah hari ini!


Kewaspadaan bahwa inilah kesempatan terakhir yang ada, akan membuat kita menjadi aktif berbuat amal shalih tanpa menunda-nunda lagi. Kalaulah betul kematian kita masih lama datangnya, tentulah bukan hal yang salah jika kita mempersiapkan bekal lebih banyak dari sekarang.


Inti dari cara mendapatkan kesadaran ini adalah dengan senantiasa mengingat kematian. Bisa dengan ziarah kubur sebagaimana disabdakan baginda Rasulullah seraya menangis saat berziarah ke kubur ibunda beliau,


"Ziarahilah kubur, sebab ia akan mengingatkan kalian pada kematian." HR. Muslim.


Dengannya hati akan bergetar, air mata akan meleleh, mengingat akhirat. Kita menjadi ingat bahwa kematian adalah penghancur kelezatan dunia, yang karenanya Rasulullah memerintahkan kita agar memperbanyak mengingat mati.


Bisa juga dengan bergaul bersama hamba-hamba yang shalih. Mengambil manfaat dari ilmu, amal dan bashirah yang mereka miliki. Kita bisa datang mengunjungi mereka, mendengarkan petuah dan nasihat mereka, menghadiri majelis-majelis keilmuan mereka, atau mendoakan mereka.


Bisa juga dengan datang dan menghadiri orang-orang yang sedang sakaratul maut. Apalagi mereka yang su’ul khatimah, padahal mereka adalah manusia-manusia ‘kuat’ di masa lalu. Insya Allah akan memberikan dampak positif yang besar bagi jiwa kita. Kecuali hati kita telah benar-benar mati.


Jangan Tinggalkan al Qur’an


Membaca seraya merenungi (tadabbur) ayat-ayat Al Qur’an, harus pula kita lakukan. Harus ada waktu khusus yang kita sediakan. Kadang, waktu untuk membaca bacaan-bacaan yang lain malah lebih menyita waktu kita.


Membaca dan menghayati isi Al Qur’an, pasti akan memberi ‘sesuatu’ yang lain, sebab bagaimanapun ia adalah firman Allah. Seperti pernyataan seorang shalih, "Aku membaca berbagai nasihat dan pelajaran, namun aku tidak menemukan sebagaimana tadabbur al Qur’an."



Rasulullah juga telah bersabda,

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)



Panjang Angan-angan


Pernah Rasulullah ditanya seorang shahabat yang ingin masuk jannah. Beliau menjawab, "Pendekkanlah angan-angan, buatlah ajal ada di depan mata kalian, dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya!" (HR. Ibnu Abid Dunya)


Ini bukan berarti tidak boleh memiliki cita-cita tinggi dan besar. Hanyasaja, semua itu harus disertai keyakinan akan datangnya kematian yang tiba-tiba. Agar proses pencapaiannya dilalui lewat tahapan yang bertanggung jawab.


Angan-angan panjang disertai cinta dunia dan kebodohan, hanya akan membuat kita lupa akhirat. Mengira masih ada waktu, sedang yang kita punya mungkin lebih pendek dari itu.


Kita ­semoga­ bukanlah seperti al Mu’tashim yang pernah berkata, "Demi Allah, andai aku tahu akan mati hari ini, niscaya aku tidak akan melakukan maksiyat."


Tapi jangan pula menjadi pemberani tanpa ilmu, berani mati konyol untuk alasan-alasan yang remeh temeh dan sepele, seperti banyak kita lihat di sekitar kita saat ini.


Kebodohanlah yang membuat mereka senekat itu. Sedang Rasulullah menjelaskan andai kita tahu apa yang beliau ketahui, niscaya kita akan sedikit tertawa, banyak menangis dan tunduk kepada-Nya.


Menyiapkan Bekal


Yang tidak kalah pentingnya adalah mempersiapkan bekal dengan memperbanyak mengerjakan amal ibadah, menyegerakan taubat dan tidak meremehkan dosa-dosa kecil.


Dalam hal ini kita harus menyeimbangkan antara khauf (rasa takut) dan raja’ (mengharap), agar memperoleh paduan khauf dan raja’ yang proposional dan rasional. Khauf yang menjadi energi untuk menghindarkan diri dari kerugian abadi di akhirat kelak.


Tidak berat sebelah sehingga merugikan. Ketiadaan khauf menyebabkan kita meremehkan persiapan menghadapi kematian, sedang bila berlebihan, malah membuat putus asa. Pun demikian halnya dengan raja’. Bila berlebihan justeru membuat kita lalai dari kewajiban.


Akhirnya


Kematian adalah realitas. Sia-sia jika kita ingin menolaknya, sebab kita ‘dipaksa’ mengalaminya. Dengannya mahligai dunia kita akan hancur, kelezatannya sirna dan semua perolehan tanpa iman akan terlecehkan. Tidak ada jalan lain kecuali mempersiapkan diri dengan segera. Wallahu A’lam. 

By : Gagak Mas Harum Gemilang